Esei JOHNY WEOL: BUNG KARNO PRESIDEN PROKLAMATOR - Pemimpin “ASIA AFRIKA”

BUNG KARNO PRESIDEN PROKLAMATOR




Presiden Soeharto menganugerahkan gelar Pahlawan Proklamator kepada Bung Karno dan Hatta, 8 November 1986.

See : Sejarah

Kalau Barong Liong Sai dari Tiongkok, kerjasama dengan Lembu Nandi dari India, dengan Sphinz dari Mesir, dengan Burng Merak dari Birma, dengan Gajah Putih dari Siam, dengan Ular Hidra dari Vietnam, dengan Harimau dari Vietnam, dengan Harimau dari Filipina, dan dengan Banteng dari Indonesia, maka pasti hancur lebur itu imperalisme dan kolonialisme internasional.

Bung Karno dalam Indonesianisme dan Panasiatisme – 1928.

Revolusi-revolusi Asia Afrika lebih penting daripada Bom atom !

Bung Karno, Pidato pada Universitas Heidelberg, Jerman 22 Juni 1956.

“Tidak ada seorangpun dalam peradaban modern ini yang menimbulkan demikian banyak perasaan pro-kontra seperti Sukarno. Aku dikutuk seperti bandit dan dipuja bagai dewa”.

(Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat)

“Beri aku seribu orang, dan aku akan menggerakkan gunung Semeru ! Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia!”

(Orasi BK Tahun 1920-an)

Gross Sein Heissat Massen Bewegen Konnen” (German)

Bung Karnonya NKRI, tidak saja seorang Presiden Proklamator tiada dunianya di Indonesia tetapi BK memang telah mengguncang bola dunia. Dari lembah Sungai Nil hingga semenanjung Balkan, dari Aljazair hingga India, namanya dikenang sebagai salah satu Juru-Bicara, “Presiden Asia-Afrika” yang paling lantang dalam melawan “Imperalisme dan Kolonialisme Barat”.

Bung Karnopun sampai tahun 2006 tetap “Presiden-Proklamator” dan siapapun Presiden NKRI mulai dari Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY pun mesti menyatu dengan spirit BK waktu masuk pada detik-detik Upacara Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus di halaman Istana Merdeka, semua kabinet, semua tokoh partai, masyarakat, para Jenderal, para teladan, para Veteran, para Duta Besar, para Gubernur, Walikota, Bupati dan …….230 juta rakyat Indonesia mendengar teks Proklamasi ……… hikmat, terharu, bangga, tangguh, berani, heroik………. termasuk mendengar nama Sukarno
Hatta ….., Proklamator. Jelas sekali, tanpa Presiden Proklamator BK, tidak akan ada Presiden-presiden berikutnya. BK bear-benar “Presidennya semua Presiden NKRI” seterusnya.

Presiden Proklamator kita ini, seorang orator dunia, mampu menghipnotis massa di Indonesia bahkan membuat PBB terkagum-kagum dengan pidatonya yang dramatis, elegan, eksklusif “TO BUILD THE WORLD A NEW”, beliau dengan segala hormat adalah IKON DUNIA ASIA-AFRIKA pada zamannya.

Di tengah-tengah abad kebangkitan negeri-negeri Asia dan Afrika, pada 1940-an dan 1950-an, nama Bung Karno harus senantiasa disebut Ketenarannya boleh dikata sejajar dengan kepopuleran Mahatma Gandhi dan Kehru dari India, Mad Ze Dong dari Cina, serta Ho Chi Minh dari Vietnam. Pekik “Merdeka, tetap Merdeka” nya Bung Karno, plus semangat swaraj pendukung Gandhi, serta semboyan tu do Pasukan Ho Chi Minh seolah sihir yang mengawali gelombang besar nasionalisme dan pergerakan kemerdekaan Asia-Afrika yang mengubah total wajah dunia.

Idenya “The New Emerging Forces” (NEFOS) terbukti sampai saat ini, dimana dunia pasca “Perang Dingin” kembali membuat kekuatan tandingan bagi dunia global di bawah negara adidaya-superpower AS. Titik-titik, ide, seruan, macam gaya BK yang berani berkata “Go to hell with your aid pada AS, sekarang bahkan bergema kembali gaungnya, pasca serangan Israel ke Lebanon-Palestina.

Dunia harus belajar kepada BK. BK secara eklektis-sinkretis menyerap semua sumber dunia melalui buku-buku kelas dunia dan tokoh-tokoh semarnya. Sukarno pulalah yang melahirkan istilah Pancasila, yang menjadi dasar negara Indonesia. Mendengar, membaca, melihat kata Pancasila, tentu mengingat Bung Karno, Penggali Lima Sila Pancasila.

Memang benar seperti kata Bung Karno …….. maka Kaisar Haile Selasie dari Abessinia bahu-membahu dengan Madibo Keita dan Ben Bella, dengan Sekou Toure, dengan Nkrumah, dengan Jomo Kenyata, dengan Gamal Abdell Nasser. Maka Arvenz Guzman bergandengan tangan dengan Cheddy Jagan, dengan Fidel Castro dan …… Sukarno menjadi “Comrade in Arms”nya. Ayub Khan dan Serimauo Bandaranaike, Newin, Macapagal, Ho Chi Minh, Mao Tse Tung, Porodom Sihanbuk dan Kim Il Sung”………. Dunia global saat ini wajib bersatu, seperti kata beliau BK, pemimpin AA, terbukti dengan terselenggaranya Konferensi AA di Bandung.

Sukarno adalah salah seorang penghasil hasil karya “Klasik”, bernilai abadi yang tidak saja ada nilai intrinsiknya tapi punya hubungan kreatif dari teks dengan konteks kreatif dari teks dengan konteks sosial-politik yang mengelilinginya. BK baru berumur 25 tahun menerbitkan “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” Tahun 1930 judul pembelaan “Indonesia Menggugat” menggegerkan Belanda. Kedua karya klasik inilah yang jadi peletak dasar pemikiran “Grand Politic”nya BK seterusnya. Tercatat era 1920 s.d 1930 sebagai “a decade of ideology” (not only for Indonesia but also to the world) tetapi memang betul obsesi. BK pada “persatuan” dengan menisbikan perbedaan hakiki dan ideologi, adalah salah satu perbedaannya dengan ko-proklamator Bung Hatta yang lebih suka melihat berbagai ideologi sebagai sumber dan sekaligus pasangan dalam wacana. Dan jangan lupa, BK bukan hanya seorang Presiden-Proklamator, dimana mudanya beliau seorang penulis yang haus buku. BK juga berperan mencerdaskan rakyatnya via buku-bukunya antara lain “To Build the World a New” Teks Pidato di PBB. 30 September 1960.

Sarinah kepada Bangsaku, di bawah Bendera Revolusi Indonesia menggugat Pancasila sebagai Dasar Negara, Bung Karno dan Wacana Islam, Cindy Adams : BK, Penyambung Lidah Rakyat, Bung Karno Bapakku Kawanku, Guruku, Fatmawati Catatan Kecil Bersama Sukarno Ramadhan KH, Kuantar ke Gerbang, Jalan ke Pengasingan, Rahmawati Sukarno-Sukarno sebuah Biografi Politik, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Sukarno, Manai Sophiaan, Herber Faith, Agus Sudibyo, H. Mangil Martawidjojo (Buku termasuk tentang diri BK oleh Pengarang lain) terakhir sekali secara proaktif bangsa yang masih membutuhkan Nation and Character Building ini melalui Yayasan BK, meluncurkan buku : Bung Karno Difitnah (6 Juni 06).

BK jugalah penggagas Gerakan Non Blok yang saat ini menuju gagasn kekuatan power penyeimbang AS, sang superpower dunia, kekuatan adidaya. BK jelas sejak pidato di PBB mengelompokkan bangsa-bangsa baru sebagai NEFOS, New Emerging Forces dan Oldefos, Old Emerging Forces. BK membuat GANEFO-Games of The New Emerging Forces (Pesta Olahraga Revolusioner) dan cukup sukses ! Gagasan brilian “Grand innovation” (yang sangat relevan pasca pemboman Israel di Palestina + Lebanon). BK mendirikan CONEFO – The Conference of the New Emerging Forces – semacam PBB tandingan (dalam konteks “PBB sudah dikuasai sekutu – AS).

BK menguasai bahasa-bahasa penting dunia – Inggris, Prancis, Belanda sampai Pali bahasa suci India Kuno para biksu Buddha. BK juga dikagumi para tokoh dunia termasuk Kruschov, Brezneu dan Barsilov. Tidak heran, Soebadio Sastro Satomo menulis “Sukarno adalah Indonesia, Indenesia adalah Sukarno” (100 Tahun Bung Karno, hal. 87). Ben Anderson menimpali : Kebutuhan Indonesia, Nasionalisme dan Menumpas Keserakahan (Idem, hal. 211). Pengakuan intelektual dan kepintaran serta profesionalisme BK pada jamannya juga terlihat dari Gelar Doctor Honoris Causa BK. 26 gelar DR, HC, 19 dari University Luar Negeri (mulai dari AS, Canada, Jerman, Yugoslavia, Turki, Warsawa, Rio De Janeiro, Bulgaria, Budapest, Kairo, Bolivia, Khmere, Pilipina, Korea, dll) dan 7 dari dalam negeri (UGM, ITB, UI, Unhas, IAIN Jakarta, Unpad, Universitas Muhammadiyah Jakarta).

Walaupun demikian sejarah mencatat Bung Karno mewanti-wanti kalau meninggal jangan dibuatkan batu nisan, kijing, juga jangan dituliskan segala macam gelar hanya tulisannya “DI SINI BERISTIRAHAT BUNG KARNO, PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA”.

Walaupun sudah tiada, BK menurut Peter Dale Scott : “Sukarno dan Pancasila masih tetap memimpin Indonesia masa kini” dan jadi kenyataan. Bahkan Partono Karnen menulis “Republik Indonesia wajib rehabilitasi BK dan ajaran-ajarannya” (100 Tahun BK, hlm. 105). Banyak pelajaran dan sejarah catatan mengenai BK, rasanya bisa 1000 halaman dan penulis rasanya tidak sampai hati menulis kelemahan, kesalahan, BK masih manusia juga rasa kagum dan hormat kepada BK melebihi “negatif life of him”. Dengan tersenyum BK “memandang” anak kandungnya dilantik menjadi Presiden NKRI. Dengan tersenyum beliau memandang “the end of history” mantan jenderalnya yang kemudian menjadi Presiden NKRI pula.

Dengan tersenyum BK menulis sebuah surat kepada istrinya Yurike sebagai berikut : “Dear darling Yury, today I cannot come. I’m so busy, that I cannot find time to see you. But I do see you in my heart. Take good care of yourself” (Seperti berkata take good care of Indonesia). Dengan tersenyum President Proklamator BK, menerima karangan bunga Fatmawati saat BK meninggal 21 Juni 1970 yang bertuliskan “Tjintamu yang selalu menjiwai rakyat. Tjinta Fat”. Dengan tersenyum BK, menyaksikan semua Presiden RI, pada detik-detik Proklamasi setiap 17 Agustus di Istana Presiden Mengheningkan Cipta, serta membaca naskah Proklamasi, Pancasila dan Lagu Indonesia Raya. Tepat pukul 3.50 Minggu 21 Juni 1970, Bung Karno dalam keadaan koma, pukul 07.00 ajal menjemputnya.

BK, Presiden Proklamator, Proklamasi, Pancasila tetap hidup seterusnya. Almarhum Pramoedya Ananta Toer pernah menulis : “BK adalah politikus dan negarawan satu-satunya dalam sejarah politik modern dunia, yang menyatukan negeri dan nasionnya….”. Kibarkan Bendera Nasional kita, Merah-Putih pada HUT Kemerdekaan ke-61 ini setinggi-tingginya, dan mari hormati BK, Presiden-Proklamator-Pahlawan NKRI sedalam-dalamnya ! (diiringi terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak Presiden SBY yang telah berkenan memberi Bendera Sutera Merah Putih pada waktu penulis menghadiri undangan Presiden 17 Agustus 2005 di Istana Negara, termasuk juga undangan yang sama dari Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Megawati, di Istana Negara Jakarta.

Sekali Merdeka, Tetap Merdeka ! Bung Karno,

Presiden Proklamator Pahlawan Indonesia !



10 Agustus 2006,

Tulisan Khusus untuk

Torang pe Koran MP,

Menyambut 17 Agustus 2006

HUT Kemerdekaan RI ke-61


*Penulis adalah Professor Theology,

Kolumnis tetap harian Manado Pos



(Telah dimuat di harian Manado Pos)





Comments (0)

Post a Comment