Laporan Alfrits Joseph Oroh tentang Kegiatan Pentas Teater Jalanan Sanggar Dodoku: “ SENI UNTUK KEMERDEKAAN “

Sebuah iven seni banyak kali kita dengar, buat dan saksikan di dalam ruangan tertutup, tetapi bagaimana jadinya bila kegiatan tersebut dibuat di luar ruangan terbuka atau jalanan? Kemudian berlokasi di desa? Apa bisa? Jawabnya bisa! Dan wuwuk telah melaksanakannya lewat Sanggar Dodoku.

Tepatnya pada tanggal 21 agustus minggu kemarin pukul 3 sore, persis ketika matahari mulai bersinar malu-malu setelah sebelumnya terselimut hujan, dengan mengambil lokasi sepanjang jalan raya desa wuwuk, sanggar Dodoku melakukan pentas teater jalanan dan baca puisi sambil membagikan selebaran sebagai bagian penjelasan maksud kegiatan serta kritik sosial tentang keberadaan masyarakat, pemerintah bangsa dan Negara Indonesia sekarang ini. Kegiatan ini bertemakan “ Seni untuk kemerdekaan “.

Kegiatan yang melibatkan Sanggar Dodoku bekerjasama dengan pemerintah desa wuwuk sekaligus ikut terlibat dalam kegiatan ini oleh para seniman, budayawan, praktisi sastra dan sebagian komunitas-komunitas seni yang ada di Sulut seperti Fredy Sreudeman Wowor SS selaku budayawan sekaligus ketua dari FIP SASTRA, Greenhill Glanvon Weol SS selaku budayawan, kordinator Kontra (komunitas pekerja sastra) dan Pembina teater bukit hijau, Jendy Koraag dari teater kronis Unsrat dan penasehat komunitas SoeSUBE Koha, Lisa Pinaria dan Anya dari RSK (Rumah Seni Klabat), Stevie Rampengan beserta 15 orang anggota dari Komunitas SoeSUBE desa Koha, serta Greis Eman Legi beserta 5 orang anggota dari Studio X Sonder.

Adapun maksud kegiatan ini selain dari pada turut serta menyukseskan HUT RI ke-60, adalah juga bertujuan untuk lebih memperkenalkan kembali nilai-nilai berkesenian yang bukan hanya dititik beratkan pada kegiatan yang berfokus dalam satu ruangan saja ( tertutup ) tetapi juga bisa terjadi diluar ruangan atau dalam hal ini jalan raya sebagai media atau tempat untuk melakukan kreatifitas yang lebih bebas dan menarik masa lebih banyak dari pada didalam ruangan tertutup, yang merupakan salah satu program kerja Sangar Dodoku, demikian kata ketua sanggar Fandy Rompas yang didampingi sekertaris Kalvein Wuisan dengan bendahara Jois Kures.

Yang terpenting penulis catat dalam kegiatan pentas teater jalanan ini adalah pertama: Bagaimana posisi seni dapat menjadi modal utama bagi generasi muda untuk mengapresiasikan segalah bentuk kreatifitasnya untuk membangun seni dengan bebas sebagai alternative dalam upaya meningkatkan harkat derajat manusia. Kedua: Bagaimana membangun kesenian Wuwuk adalah bagian juga menghidupkan kebudayaan Minahasa yang dengan sasarannya juga menciptakan kreator-kreator seni orang minahasa yang serta sadar akan potensi-potensi daerah untuk lebih dikembangkan dan diperkenalkan kepada publik sebagai upaya membangun daerah untuk bisa bersaing dengan daerah lain. Ketiga: Lewat kegiatan seperti ini seluru masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat awam akan tahu dan sadar bahwa kesenian itu pula bisa bebas, dalam pengertian berekpresi terlepas dari pakem-pakem seni pertunjukan yang telah lama mengkerengkeng pengertian yang lebih luas terhadap seni itu sendiri, yang akhirnya dapat dirasakan, dinikmati serta menghibur masyarakat secara lebih total.

Harapan kedepan dengan hadirnya Sanggar Dodoku Wuwuk yang tidak dapat disangkal telah menjadi salah satu tonggak bangkitnya sebuah intensitas berkesenian baru di Minahasa adalah munculnya kelompok-kelompok kesenian lain yang aktif, kreatif dan inovatif dalam berkesenian secara bebas dan bisa menyebar di tanah Minahasa terlebih khusus di tanah Minsel kita tercinta. “ Ars longa vita brevis! “


(Telah dimuat di Jurnal Sastra & Budaya "Tounaas")

Comments (0)

Post a Comment